Utak Atik Isu Kebocoran Data dan Penjualan Data Kartu Prabayar ke Asing
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menegaskan tak ada kebocoran bahkan penjualan data pribadi
dan kependudukan kartu seluler prabayar pascaregistrasi. Isu tersebut
tidak mempengaruhi antusiasme masyarakat yang melakukan registrasi kartu
selulernya, bahkan hingga Rabu (14/3) jumlah kartu seluler yang
teregistrasi mencapai 351,5 juta nomor, 135% dari jumlah penduduk.
Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo Ahmad M Ramli pun membantah isu kebocoran data dan penjualan data ke negara asing. “Isu kebocoran data terlalu tendensius. Semuanya sama sekali tidak benar, data (pribadi dan kependudukan) kartu seluler tidak kami utak-atik,” ujarnya saat diskusi bertajuk “Registrasi Data Kartu Telepon: Aman dan Terjamin”, di Jakarta Pusat, Rabu (14/3).
Meski demikian, dia mengakui memang ada penyalahgunaan data kependudukan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk registrasi kartu seluler prabayar. “Kami akui di lapangan ada penyalahgunaan, tetapi bukan kebocoran data,” katanya.
Dia mengklaim seluruh data kependudukan aman di tangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kemendagri, kata dia, punya standar operasional procedure (SOP) yang ketat untuk melindungi. Kemudian operator seluler juga punya SOP yang ketat dengan adanya ISO 270001.
Terkait penyalahgunaan data, lanjut dia, Kemenkominfo telah bekerjasama dengan Bareskrim Polri untuk menelusuri dan melakukan penelitian lebih lanjut. “Sekarang masih dalam penelitian. Sampai saat ini masih diteliti seberapa banyak penyalahgunaan data terjadi,” paparnya.
Meski isu kebocoran data mewarnai registrasi pelanggan data prabayar ini, antusiasme masyarakat untuk mendaftar tidak berkurang. Berdasarkan data Kemenkominfo, tercatat hingga Rabu (14/3) pagi pukil 07.00 WIB sudah 351.595.558 kartu seluler prabayar teregistrasi atau sekitar 135% dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 260 juta jiwa. Sebenarnya, kata dia, Kemenkominfo sudah memprediksi ini. Bahkan, awalnya Kemenkominfo memprediksi sekitar 360 juta kartu seluler prabayar registrasi.
“Terima kasih pada masyarakat yang sudah registrasi. Jumlahnya terus meningkat meski ada isu kebocoran data,” ujarnya.
Menurut dia, program registrasi ini menjadi bagian untuk mendukung kenyamanan, keamanan, juga ekonomi digital ke depan. Berkembangnya teknologi telah mengubah fungsi dari telepon seluler (ponsel). Jika dulu hanya digunakan untuk melakukan panggilan dan SMS, kini ponsel juga bisa digunakan untuk berbagai transaksi keuangan secara online.
“Ketika HP (handphone) sudah jadi alat tidak sekadar untuk download dan komunikasi, tapi kini justru bertransaksi keuangan, perbankan, belanja online, maka yang namanya akurasi data dari pemiliknya sangat penting,” jelasnya.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa data-data kependudukan pelanggan yang melakukan registrasi terlindungi dengan baik dan pengamanannya dilakukan secara ketat melalui saluran khusus jaringan Virtual Private Network host to host untuk memonitor akses data.
Kemendagri juga memastikan bahwa tidak boleh ada suatu lembaga mengakses data yang bukan peruntukannya. “Saya ambil hikmah positif dari pemberitaan kebocoran data ini, membuat kami menjadi hati-hati. Data di cek setiap saat, dan ada 3 (tiga) kali proses pemindaian sidik jari. Dukcapil gunakan sistem host to host melalui VPN. Kami juga menepis isu adanya jual data, data yang digunakan dalam proses registrasi ini hanya NIK dan KK, jika data sesuai maka registrasi valid,” ungkap Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh.
Dalam diskusi itu, pembicara yang hadir antara lain Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Ahmad M. Ramli, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys, dan AKBP Idam Wasiadi dari Bareskrim Mabes Polri.
Perlindungan Data Pribadi
Adanya UU perlindungan data pribadi merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. “Tidak sekadar data pribadi yang diatur, tapi privasi kita pun perlu diatur. Kepada siapa boleh dibagikan. Kini, dengan registrasi baru titik awal dari suatu perubahan menuju penduduk dunia digital yang bertanggung jawab,” ujar Merza Fachys, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia.
Menurutnya, melihat perkembangan sekarang, ekonomi digital dan semua kehiduan digital sebuah hal yang tak terelakkan. Presiden mengucapkan dengan tegas, pada peresmian 4G LTE pada Desember 2015, bahwa teknologi digital akan merevolusi perekonomian Indonesia.
“Sekarang kita tidak bisa lepas dari dunia digital. Sejak tahun 2015, Presiden Jokowi telah mencanangkan akan ada revolusi digital. Jika sudah bicara digital, maka platformnya adalah telekomunikasi. Tidak ada digital tanpa telekonunikasi yang ujungnya adalah internet. Lalu munculah visi 2020, dimana Indonesia menjadi negara ekonomi digital di Asia Tenggara dengan nilai volume sebesar US$ 130 miliar,” jelas Merza.
Ia melanjutkan bahwa 80% pengakses dunia digital dari ponsel. “Yang didalamnya ada sim card dimana data-data sebelumnya adalah data abal-abal semua. Sejak layanan prabayar diluncurkan oleh industri seluler pada tahun 1997, kita mencoba untuk memberikan kemudahan pada masyarakat dengan mendaftarkan sendiri, tapi tidak banyak warga yang mau jujur dan ini sudah berjalan selama kurang lebih 20 tahun,” tukas Merza prihatin.
Karena itu, lanjut dia, semua pelaku industri bersama dengan pemerintah sadar bahwa semua pengguna dunia maya melalui ponsel perlu diidentifikasi. “Maka dibuatlah program registrasi untuk pelanggan kartu prabayar. Karena itu kita harus menjadi manusia digital yang lebih bertanggung jawab. Kita juga harus mulai memikiran perlindungan data pribadi,” pungkasnya.(*)
Sumber: klik di sini
Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo Ahmad M Ramli pun membantah isu kebocoran data dan penjualan data ke negara asing. “Isu kebocoran data terlalu tendensius. Semuanya sama sekali tidak benar, data (pribadi dan kependudukan) kartu seluler tidak kami utak-atik,” ujarnya saat diskusi bertajuk “Registrasi Data Kartu Telepon: Aman dan Terjamin”, di Jakarta Pusat, Rabu (14/3).
Meski demikian, dia mengakui memang ada penyalahgunaan data kependudukan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk registrasi kartu seluler prabayar. “Kami akui di lapangan ada penyalahgunaan, tetapi bukan kebocoran data,” katanya.
Dia mengklaim seluruh data kependudukan aman di tangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kemendagri, kata dia, punya standar operasional procedure (SOP) yang ketat untuk melindungi. Kemudian operator seluler juga punya SOP yang ketat dengan adanya ISO 270001.
Terkait penyalahgunaan data, lanjut dia, Kemenkominfo telah bekerjasama dengan Bareskrim Polri untuk menelusuri dan melakukan penelitian lebih lanjut. “Sekarang masih dalam penelitian. Sampai saat ini masih diteliti seberapa banyak penyalahgunaan data terjadi,” paparnya.
Meski isu kebocoran data mewarnai registrasi pelanggan data prabayar ini, antusiasme masyarakat untuk mendaftar tidak berkurang. Berdasarkan data Kemenkominfo, tercatat hingga Rabu (14/3) pagi pukil 07.00 WIB sudah 351.595.558 kartu seluler prabayar teregistrasi atau sekitar 135% dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 260 juta jiwa. Sebenarnya, kata dia, Kemenkominfo sudah memprediksi ini. Bahkan, awalnya Kemenkominfo memprediksi sekitar 360 juta kartu seluler prabayar registrasi.
“Terima kasih pada masyarakat yang sudah registrasi. Jumlahnya terus meningkat meski ada isu kebocoran data,” ujarnya.
Menurut dia, program registrasi ini menjadi bagian untuk mendukung kenyamanan, keamanan, juga ekonomi digital ke depan. Berkembangnya teknologi telah mengubah fungsi dari telepon seluler (ponsel). Jika dulu hanya digunakan untuk melakukan panggilan dan SMS, kini ponsel juga bisa digunakan untuk berbagai transaksi keuangan secara online.
“Ketika HP (handphone) sudah jadi alat tidak sekadar untuk download dan komunikasi, tapi kini justru bertransaksi keuangan, perbankan, belanja online, maka yang namanya akurasi data dari pemiliknya sangat penting,” jelasnya.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa data-data kependudukan pelanggan yang melakukan registrasi terlindungi dengan baik dan pengamanannya dilakukan secara ketat melalui saluran khusus jaringan Virtual Private Network host to host untuk memonitor akses data.
Kemendagri juga memastikan bahwa tidak boleh ada suatu lembaga mengakses data yang bukan peruntukannya. “Saya ambil hikmah positif dari pemberitaan kebocoran data ini, membuat kami menjadi hati-hati. Data di cek setiap saat, dan ada 3 (tiga) kali proses pemindaian sidik jari. Dukcapil gunakan sistem host to host melalui VPN. Kami juga menepis isu adanya jual data, data yang digunakan dalam proses registrasi ini hanya NIK dan KK, jika data sesuai maka registrasi valid,” ungkap Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh.
Dalam diskusi itu, pembicara yang hadir antara lain Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Ahmad M. Ramli, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys, dan AKBP Idam Wasiadi dari Bareskrim Mabes Polri.
Perlindungan Data Pribadi
Adanya UU perlindungan data pribadi merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. “Tidak sekadar data pribadi yang diatur, tapi privasi kita pun perlu diatur. Kepada siapa boleh dibagikan. Kini, dengan registrasi baru titik awal dari suatu perubahan menuju penduduk dunia digital yang bertanggung jawab,” ujar Merza Fachys, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia.
Menurutnya, melihat perkembangan sekarang, ekonomi digital dan semua kehiduan digital sebuah hal yang tak terelakkan. Presiden mengucapkan dengan tegas, pada peresmian 4G LTE pada Desember 2015, bahwa teknologi digital akan merevolusi perekonomian Indonesia.
“Sekarang kita tidak bisa lepas dari dunia digital. Sejak tahun 2015, Presiden Jokowi telah mencanangkan akan ada revolusi digital. Jika sudah bicara digital, maka platformnya adalah telekomunikasi. Tidak ada digital tanpa telekonunikasi yang ujungnya adalah internet. Lalu munculah visi 2020, dimana Indonesia menjadi negara ekonomi digital di Asia Tenggara dengan nilai volume sebesar US$ 130 miliar,” jelas Merza.
Ia melanjutkan bahwa 80% pengakses dunia digital dari ponsel. “Yang didalamnya ada sim card dimana data-data sebelumnya adalah data abal-abal semua. Sejak layanan prabayar diluncurkan oleh industri seluler pada tahun 1997, kita mencoba untuk memberikan kemudahan pada masyarakat dengan mendaftarkan sendiri, tapi tidak banyak warga yang mau jujur dan ini sudah berjalan selama kurang lebih 20 tahun,” tukas Merza prihatin.
Karena itu, lanjut dia, semua pelaku industri bersama dengan pemerintah sadar bahwa semua pengguna dunia maya melalui ponsel perlu diidentifikasi. “Maka dibuatlah program registrasi untuk pelanggan kartu prabayar. Karena itu kita harus menjadi manusia digital yang lebih bertanggung jawab. Kita juga harus mulai memikiran perlindungan data pribadi,” pungkasnya.(*)
Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 151 database, klik di sini
** Butuh 19 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
**** Butuh copywriter specialist, klik di sini
***** Butuh content provider, klik di sini
Komentar
Posting Komentar